Pengangguran dan kriminal meningkat drastis disemua wilayah Indonesia
yang Pemda-nya memaksakan berlakunya Syariah Islam. Banyak preman2
yang mendaftarkan diri menjadi polisi Syariah. Namun pemda
mempersyaratkan bahwa polisi Syariah harus berasal dari penduduk
kelurahan ybs. Kalo dulu dizaman kejayaan GolKar para pemuda
berebutan menjadi anggauta karang taruna agar bisa mengutib sumbangan
dari masyarakat maupun pengusaha2 lokal, maka sekarang menjadi polisi
Syariah membuka lahan baru bagi para pengangguran yang jumlahnya makin
banyak. Semua calon polisi Syariah dididik dulu di mesjid yang
terdekat. Akibat banyaknya peminat yang ingin menjadi polisi Syariah
maka wajar kalo pungutan2 pun berlangsung ketat. Mulai dari cuma 500
ribu sekarang sudah ada yang berani membayar 5 juta agar bisa menjadi
polisi Syariah.

Polisi Syariah bukanlah polisi melainkan penduduk biasa yang harus
paham AlQuran dan diketahui menjalankan rukun Islam secara ketat.
Ditambah lagi mereka harus melalui pendidikan kilat di mesjid.
Gajinya bervariasi dan dana untuk gaji polisi Syariah bukanlah berasal
dari kas Pemda melainkan para polisi Syariah wajib memungut sumbangan
dari rumah kerumah maupun semua pengusaha lokal yang ada diwilayah
ybs. Hal ini tidaklah mudah, sering terjadi keributan karena ada
rumah yang sudah membayar tetapi ditagih lagi. Sistem management
polisi Syariah banyak meniru sistim perhansipan, namun pembagian dana
yang terkumpul tidak jelas sangat tertutup dan setiap polisi Syariah
hanya menerima seadanya yang didapatkan kalo beruntung bisa dapat
tambahan dari mengutib mereka yang dituduh melanggar Syariah seperti
wanita yang pulang kemalaman atau suami isteri yang boncengan motor
kelupaan membawa surat kawinnya, semuanya menjadi uang tambahan bagi
polisi Syariah yang menindaknya. Bukan jarang, tuduhan itu di-cari2,
meng-ada2 sehingga pertengkaran sering terjadi.

Situasi wilayah Syariah ini menjadi makin tidak tenang, kebanyakan
masyarakat yang non-Islam yang cuma mengontrak rumah disana sudah
meninggalkan wilayah itu, sedangkan mereka yang memiliki rumah
berusaha menjualnya untuk pindah kewilayah yang bukan Syariah Islam.
Harga rumah jatuh, banyak yang mau jual tapi susah ada pembelinya.
Hampir semua penduduk diwilayah berSyariah ini pengangguran semua,
kalopun ada pegawai biasanya pegawai negeri dari PLN, Bank Eksim,
ataupun dari pegawai Pemda. Selebihnya cuma duduk2 menunggu rezeki
kalo ada wisatawan domestik datang akan dikerumuni untuk dibantu ini
dan itu. Tidak jarang wisatawan2 domestik yang tinggal dihotel
didatangi wanita2 muda yang sewaktu masuk kekamar sang wisatawan
mendadak digerebek oleh polisi Syariah. Tentu kalo hal ini berhasil
terjadi maka juga menjadi penghasilan tambahan.

Karena penduduk yang bukan Islam jumlahnya makin sedikit, maka
pengusaha2 muslim pun sekarang menjadi bulan2an para polisi Syariah.
Seorang haji yang baru pulang menutup warungnya pulang bersama
isterinya, mendadak dihadang polisi Syariah yang langsung menanyakan
surat nikahnya. Untung sang haji membawanya, dan ternyata isterinya
yang ke 8. Polisi Syariah melepaskannya tetapi tentunya pak haji tak
lupa memberi bekal uang kopi secukupnya untuk ketiga orang polisi
Syariah yang rajin ini.

Ekonomi pemda makin parah, kebetulan ada issu Islam sesat, tambahlah
tembakan baru bagi polisi Syariah. Sebuah pengajian digerebek semua
makanan yang ada disita, kemudian penyelenggara pengajian di
interogasi untuk meyakinkan mereka bukan Islam aliran sesat.

Berbagai kejadian tidak banyak diberitakan, tetapi ada kalanya
beritanya masuk ke koran namun tidak dikatakan sebagai akibat
berlakunya Syariah Islam. Di Merdeka Online diberitakan seorang buruh
bangunan ditangkap dan digiring oleh polisi Syariah Islam untuk
kemudian diteruskan ke pos polisi dengan tuduhan menculik seorang
gadis dibawah umur. Setelah diperiksa dipos polisi, ternyata gadis
ini adalah pacar dari sang buruh bangunan ini dan gadis ini tidak
dibawah umur karena gadis ini sudah berusia 19 tahun. Buruh bangunan
dan gadis ini memang nginep dihotel atas kemauan bersama, namun
sekelompok polisi Syariah mendatangi dan memaksa orang tua gadis ini
untuk menuduh si buruh bangunan sebagai penculik. Namun tuduhan itu
akhirnya gagal karena polisi mendapatkan pengakuan gadis itu bahwa
tindakannya benar2 atas kemauan sang gadis yang mencintai sang buruh
itu. Keadaan belum selesai, gagal menuduh sebagai penculik sang orang
tua dipaksa untuk menuntut bahwa laki2 buruh bangunan itu membawa anak
gadisnya tanpa seizin orang tuanya sehingga tetap dikenakan pasal2
tuntutan berat yang juga termasuk berzinah dengan bukan muhrimnya.
Entah bagaimana akhirnya, yang pasti uang simpanan milik sang buruh
harus ditumpahkan kering untuk membayar polisi Allah ini dan juga
PolRI yang menjadi backingnya.

Kalo kita bandingkan dengan polisi Syariah di Arab Saudia, mereka
semuanya digaji oleh kerajaan, bahkan masyarakat warganegara Arab
Saudia tanpa bekerja sekalipun mendapatkan uang jaminan dari
pemerintah, sekolah gratis hingga universitas, kesemuanya ini karena
jumlah kekayaan kerajaan Arab yang berasal dari minyaknya melebih dari
biaya kebutuhan hidup masyarakat Arab yang jumlahnya cuma beberapa
juta saja. Wajar kalo rakyat Arab tak perlu kerja, kebanyakan
pekerja2 yang di Arab Saudia bukanlah orang2 Arab Saudia melainkan
warganegara lain dari negara2 tetangganya termasuk juga orang2
Indonesia. Jadi sulit untuk mencari teladan management penggajian
polisi Syariah di Indonesia apalagi pemerintah pun mengalami krisis
ekonomi yang sangat berat sehingga tak memungkinkan mengatasi
penggajian polisi Syariah ini.

Meskipun kondisi Syariah Islam morat marit, para pendukung Syariah
Islam tetap berusaha memaksakan pemda2 tetangganya untuk juga
memberlakukan hukum Syariah dipemda ybs. Gampang sekali memaksakan
berlakunya Syariah Islam, namun yang sulit justru mamanage penggajian
polisi Syariah yang tentunya tidak bisa gratis.

Polisi Syariah makin menjadi beban masyarakat meskipun tidak pernah
ada keluhan yang dilontarkan. Seluruh masyarakat cuma mencaci maki
dalam hatinya saja, karena kalo sampai keluhan keluar dari mulut
mereka, bisa2 dituduh murtad, kafir, dll yang dipastikan akan menjadi
lebih susah lagi hidup mereka, dan menjadi alasan yang baik untuk
menjarah harta benda mereka sebagai penganut Islam sesat.

Ny.Muslim binti Muskitawati.
Menyampaikan teriakan penduduk diwilayah Pemda yang ber-Syariah.